Ada 2 Cara Menyembelih Hewan Qurban:
Cara Pertama,
Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher), ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن
شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا
صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu
unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang
banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh
(mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat
dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan
Al-Albani).
Cara Kedua,
Dzabh [arab: ذبح],
menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher).
Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.
Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah cara menyembelih yang banyak dipraktikkan di Indonesia dan di beberapa tempat lainnya.
Beberapa Adab yang Perlu Diperhatikan:
- Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul qurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul qurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
- Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadits dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى
كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا
ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ
فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah
mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka
bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan
ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan
sembelihannya.” (HR. Muslim).
- Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena
ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan
hadits dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing,
kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu
beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum
ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR.
Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
- Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat
organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah
untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat
ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di
Barat, dan leher menghadap ke Barat.
- Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.)
dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat,
bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini
akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan
dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Penjelasan yang sama
juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang
hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi
orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan
tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).
- Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban
dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki
beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …”. (HR. Bukhari dan Muslim).
- Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
- Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan
tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
- Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan diqurbankannya hewan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau
mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini qurban atas namaku dan atas
nama orang yang tidak berqurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud,
At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) atau hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul qurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul qurban atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul qurban).”
Catatan: Bacaan takbir dan
menyebut nama sohibul qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga
kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan
menyebut nama sohibul qurban.
10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban. Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus di atas.
11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan,
kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong. Syekh
Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat
itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
a. Terputusnya tenggorokan,
kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika
terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
b. Terputusnya tenggorokan,
kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan
boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang
pertama.
c. Terputusnya tenggorokan dan
kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan
halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat
dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah, asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12. Sebagian ulama menganjurkan agar
membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang
nyawa. Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi
dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama
Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena
akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti
binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini
tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar
telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembelih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,
“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
Sebagai tambahan, berdasarkan pengalaman
dan pengamatan di tempat penyembelihan hewan qurban, terutama di
wilayah-wilayah perdesaan dan kampung, ternyata masyarakat masih
kesulitan dan perlu waktu cukup lama untuk menjatuhkan/merobohkan hewan
qurban yang berbentuk sapi atau sejenisnya. Tidak jarang hewan-hewan
qurban tersebut meronta-ronta karena ditarik dengan tali/tambang
sehingga memungkinkan sebagian tubuhnya terluka, bahkan juga suka
terjadi hewan qurban mengamuk dan kabur.
Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam
Sebelum membahas tata cara memandikan jenazah, perlu kita ketahui peralatan-peralatan
Sumber:
http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/08/tata-cara-memandikan-jenazah-menurut.html
Cara Pertama,
Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher), ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن
شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا
صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu
unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang
banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh
(mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat
dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan
Al-Albani).
Cara Kedua,
Dzabh [arab: ذبح],
menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher).
Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.
Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah cara menyembelih yang banyak dipraktikkan di Indonesia dan di beberapa tempat lainnya.
Beberapa Adab yang Perlu Diperhatikan:
- Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul qurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul qurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
- Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadits dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى
كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا
ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ
فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah
mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka
bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan
ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan
sembelihannya.” (HR. Muslim).
- Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena
ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan
hadits dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing,
kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu
beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum
ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR.
Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
- Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat
organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah
untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat
ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di
Barat, dan leher menghadap ke Barat.
- Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.)
dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat,
bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini
akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan
dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Penjelasan yang sama
juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang
hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi
orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan
tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).
- Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban
dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki
beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …”. (HR. Bukhari dan Muslim).
- Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
- Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan
tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
- Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan diqurbankannya hewan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau
mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini qurban atas namaku dan atas
nama orang yang tidak berqurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud,
At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) atau hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul qurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul qurban atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul qurban).”
Catatan: Bacaan takbir dan
menyebut nama sohibul qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga
kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan
menyebut nama sohibul qurban.
10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban. Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus di atas.
11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan,
kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong. Syekh
Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat
itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
a. Terputusnya tenggorokan,
kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika
terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
b. Terputusnya tenggorokan,
kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan
boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang
pertama.
c. Terputusnya tenggorokan dan
kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan
halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat
dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah, asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12. Sebagian ulama menganjurkan agar
membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang
nyawa. Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi
dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama
Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena
akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti
binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini
tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar
telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembelih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,
“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
Sebagai tambahan, berdasarkan pengalaman
dan pengamatan di tempat penyembelihan hewan qurban, terutama di
wilayah-wilayah perdesaan dan kampung, ternyata masyarakat masih
kesulitan dan perlu waktu cukup lama untuk menjatuhkan/merobohkan hewan
qurban yang berbentuk sapi atau sejenisnya. Tidak jarang hewan-hewan
qurban tersebut meronta-ronta karena ditarik dengan tali/tambang
sehingga memungkinkan sebagian tubuhnya terluka, bahkan juga suka
terjadi hewan qurban mengamuk dan kabur.
A. Syarat-syarat wajib
memandikan jenazah
Syatat-syarat wajib untuk memandikan jenazah menurut syariat agama Islam
adalah sebagai berikut.
Jenazah itu adalah orang yang beragama Islam. Apa pun aliran,
mazhab, suku, dan profesinya.
Didapati tubuhnya walaupun hanya sedikit.
Bukan mati syahid (mati dalam peperangan dalam membela agama Islam
seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.).
B. Yang berhak memandikan jenazah
Adapun orang-orang yang memiliki hak untuk memandikan jenazah menurut
syariat agama Islam adalah sebagai berikut.
Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya harus laki-laki
pula. Perempuan tidak boleh memandikan jasad laki-laki, kecuali istri
dan mahram-nya.
Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah ia dimandikan oleh
perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan jasad tersebut kecuali
suami atau mahram-nya.
Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya
ada semua, yang lebih berhak memandikannya adalah suaminya.
Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya
ada semua, istrinya lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Kalau jenazahnya adalah anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh
memandikannya. Begitu juga kalau jenazah itu anak perempuan masih kecil,
laki-laki boleh memandikannya.
Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam
Sebelum membahas tata cara memandikan jenazah, perlu kita ketahui
peralatan-peralatan yang perlu dipersiapkan untuk memandikan jenazah,
yaiut antara lain sebagai berikut.
Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar
90 cm, dan panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit.
Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember).
Gayung secukupnya (4-6 buah).
Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudukan mayit.
Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit.
Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas.
Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap
bersih, terutama bila mayitnya berpenyakit menular.
Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair.
Sampo untuk membersihkan rambut.
Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air.
Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air.
Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan
pelan.
Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti
mata, hidung, telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk
menutup anggota badan mayit yang mengeluarkan cairan atau darah, seperti
lubang hidung, telinga, dan sebagainya.
Berikut ini adalah tata cara memandikan jenazah menurut syariat Islam.
Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam
Dilaksanakan di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang
yang memandikan dan yang mengurusnya saja.
Mayat hendaknya diletakkan di tempat jenazah yang tinggi seperti
dipan.
Jenazah dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak
terbuka.
Jenazah didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lantas disapu
perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar,
kemudian dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung
tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu
bau kotoran si mayat.
Setelah itu, hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan
mulut dan gigi jenazah tersebut.
Membersihkan semua kotoran dan najisnya.
Mewudhukan jenazah, setelah itu membasuh seluruh badannya.
Disunahkan membasuh jenazah sebanyak tiga sampai lima kali.
Air untuk memandikan jenazah sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat
dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan
air hangat
Catatan :
Apabila jenazah berusia 7 tahun atau kurang dari itu, tidak ada
batasan auratnya, baik jenzah itu laki laki maupun perempuan.
Janin yang berusia di bawah 4 bulan, tidak perlu dimandikan, dikafan
maupun dishalatkan. Cukup digali lubang dan kemudian dikebumikan.
Adapun janin yang berusia di atas 4 bulan sudah dianggap manusia karena
roh telah ditiupkan kepadanya. Jenazahnya dimandikan, seperi memandikan
jenazah anak berusia 7 tahun.
Jika jenazah mengenakan gigi palsu yang terbuat dari emas, hendaknya
dibiarkan saja, tidak perlu ditanggalkan. kecuali jika gigi palsu itu
tidak melekat kokoh. Hal tersebut boleh dilakukan jika mulut jenazah
terbuka. Jika tidak, dibiarkan saja tidak perlu membukanya hanya untuk
menanggalkan gigi palsu jenazah tersebut.
Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memandikan mayit yang
terkena kena penyakit rabies atau yang sejenisnya:
Mayit hendaknya direndam dulu dengan air yang dicampur rinso atau
obat selama 2 jam.
Setelah itu mayit disiram dengan air bersih dan disabun selama
kira-kira 10 menit lalu dibilas dengan air bersih.
Siramlah mayit dengan air yang dicampur dengan cairan obat seperti
lisol, karbol, atau yang sejenisnya. Ukurannya 100 cc (setengah gelas
cairan obat) dicampur air satu ember.
Yang terakhir siramlah dengan air bersih kemudian dikeringkan.
Setelah itu dikafani dengan beberapa rangkap kain kafan. Kapas yang
ditempelkan pada persendian hendaknya dicelupkan ke cairan obat.
Setelah itu masukkan ke peti dan langsung dihadapkan ke arah kiblat.
Tali-tali kain kafan tidak perlu dilepas dan dalam peti ditaburi
kaporit.
Setelah peti ditutup mati lalu dishalatkan.
Barang-barang bekas dipakai mayit yang kena rabies hendaknya
dimusnahkan (dibakar).
Orang yang memandikan mayit hendaknya memakai sarung tangan,
mengenakan kacamata renang, memakai sepatu laras panjang, dan setelah
memandikan tangan dan kakinya dicuci dengan cairan obat seperti lysol,
dettol, dan sebagainya.
Sumber:
http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/08/tata-cara-memandikan-jenazah-menurut.html
A. Syarat-syarat wajib
memandikan jenazah
Syatat-syarat wajib untuk memandikan jenazah menurut syariat agama Islam
adalah sebagai berikut.
Jenazah itu adalah orang yang beragama Islam. Apa pun aliran,
mazhab, suku, dan profesinya.
Didapati tubuhnya walaupun hanya sedikit.
Bukan mati syahid (mati dalam peperangan dalam membela agama Islam
seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.).
B. Yang berhak memandikan jenazah
Adapun orang-orang yang memiliki hak untuk memandikan jenazah menurut
syariat agama Islam adalah sebagai berikut.
Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya harus laki-laki
pula. Perempuan tidak boleh memandikan jasad laki-laki, kecuali istri
dan mahram-nya.
Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah ia dimandikan oleh
perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan jasad tersebut kecuali
suami atau mahram-nya.
Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya
ada semua, yang lebih berhak memandikannya adalah suaminya.
Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya
ada semua, istrinya lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Kalau jenazahnya adalah anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh
memandikannya. Begitu juga kalau jenazah itu anak perempuan masih kecil,
laki-laki boleh memandikannya.
Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam
Sebelum membahas tata cara memandikan jenazah, perlu kita ketahui
peralatan-peralatan yang perlu dipersiapkan untuk memandikan jenazah,
yaiut antara lain sebagai berikut.
Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar
90 cm, dan panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit.
Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember).
Gayung secukupnya (4-6 buah).
Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudukan mayit.
Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit.
Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas.
Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap
bersih, terutama bila mayitnya berpenyakit menular.
Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair.
Sampo untuk membersihkan rambut.
Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air.
Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air.
Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan
pelan.
Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti
mata, hidung, telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk
menutup anggota badan mayit yang mengeluarkan cairan atau darah, seperti
lubang hidung, telinga, dan sebagainya.
Berikut ini adalah tata cara memandikan jenazah menurut syariat Islam.
Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam
Dilaksanakan di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang
yang memandikan dan yang mengurusnya saja.
Mayat hendaknya diletakkan di tempat jenazah yang tinggi seperti
dipan.
Jenazah dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak
terbuka.
Jenazah didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lantas disapu
perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar,
kemudian dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung
tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu
bau kotoran si mayat.
Setelah itu, hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan
mulut dan gigi jenazah tersebut.
Membersihkan semua kotoran dan najisnya.
Mewudhukan jenazah, setelah itu membasuh seluruh badannya.
Disunahkan membasuh jenazah sebanyak tiga sampai lima kali.
Air untuk memandikan jenazah sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat
dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan
air hangat
Catatan :
Apabila jenazah berusia 7 tahun atau kurang dari itu, tidak ada
batasan auratnya, baik jenzah itu laki laki maupun perempuan.
Janin yang berusia di bawah 4 bulan, tidak perlu dimandikan, dikafan
maupun dishalatkan. Cukup digali lubang dan kemudian dikebumikan.
Adapun janin yang berusia di atas 4 bulan sudah dianggap manusia karena
roh telah ditiupkan kepadanya. Jenazahnya dimandikan, seperi memandikan
jenazah anak berusia 7 tahun.
Jika jenazah mengenakan gigi palsu yang terbuat dari emas, hendaknya
dibiarkan saja, tidak perlu ditanggalkan. kecuali jika gigi palsu itu
tidak melekat kokoh. Hal tersebut boleh dilakukan jika mulut jenazah
terbuka. Jika tidak, dibiarkan saja tidak perlu membukanya hanya untuk
menanggalkan gigi palsu jenazah tersebut.
Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memandikan mayit yang
terkena kena penyakit rabies atau yang sejenisnya:
Mayit hendaknya direndam dulu dengan air yang dicampur rinso atau
obat selama 2 jam.
Setelah itu mayit disiram dengan air bersih dan disabun selama
kira-kira 10 menit lalu dibilas dengan air bersih.
Siramlah mayit dengan air yang dicampur dengan cairan obat seperti
lisol, karbol, atau yang sejenisnya. Ukurannya 100 cc (setengah gelas
cairan obat) dicampur air satu ember.
Yang terakhir siramlah dengan air bersih kemudian dikeringkan.
Setelah itu dikafani dengan beberapa rangkap kain kafan. Kapas yang
ditempelkan pada persendian hendaknya dicelupkan ke cairan obat.
Setelah itu masukkan ke peti dan langsung dihadapkan ke arah kiblat.
Tali-tali kain kafan tidak perlu dilepas dan dalam peti ditaburi
kaporit.
Setelah peti ditutup mati lalu dishalatkan.
Barang-barang bekas dipakai mayit yang kena rabies hendaknya
dimusnahkan (dibakar).
Orang yang memandikan mayit hendaknya memakai sarung tangan,
mengenakan kacamata renang, memakai sepatu laras panjang, dan setelah
memandikan tangan dan kakinya dicuci dengan cairan obat seperti lysol,
dettol, dan sebagainya.
Sumber:
http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/08/tata-cara-memandikan-jenazah-menurut.html