Senin, 28 Maret 2016

Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban (PAI)

Ada 2 Cara Menyembelih Hewan Qurban:

Cara Pertama,
Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher), ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).
Cara Kedua,
Dzabh [arab: ذبح], menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher). Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.
Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah cara menyembelih yang banyak dipraktikkan di Indonesia dan di beberapa tempat lainnya.
Beberapa Adab yang Perlu Diperhatikan:
  1. Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul qurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul qurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
  2. Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadits dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
  1. Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
  1. Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
    Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
    Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
    Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.
  2. Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
    Imam An-Nawawi mengatakan,
    Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).
  1. Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …. (HR. Bukhari dan Muslim).
  1. Bacaan ketika hendak menyembelih.
    Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
  1. Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
    Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
  2. Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan diqurbankannya hewan tersebut.
    Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini qurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berqurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
    Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
    hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) atau hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul qurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul qurban atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul qurban).”
Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul qurban.
10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban. Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus di atas.
11.  Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong. Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
a.  Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
b.  Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
c.  Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah, asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12.  Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa. Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
13.  Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembelih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,
“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
Sebagai tambahan, berdasarkan pengalaman dan pengamatan di tempat penyembelihan hewan qurban, terutama di wilayah-wilayah perdesaan dan kampung, ternyata masyarakat masih kesulitan dan perlu waktu cukup lama untuk menjatuhkan/merobohkan hewan qurban yang berbentuk sapi atau sejenisnya. Tidak jarang hewan-hewan qurban tersebut meronta-ronta karena ditarik dengan tali/tambang sehingga memungkinkan sebagian tubuhnya terluka, bahkan juga suka terjadi hewan qurban mengamuk dan kabur.

Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam Sebelum membahas tata cara memandikan jenazah, perlu kita ketahui peralatan-peralatan

Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/08/tata-cara-memandikan-jenazah-menurut.html
Cara Pertama,
Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher), ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).
Cara Kedua,
Dzabh [arab: ذبح], menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas (ujung leher). Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam, dst.
Pada bagian ini kita akan membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah cara menyembelih yang banyak dipraktikkan di Indonesia dan di beberapa tempat lainnya.
Beberapa Adab yang Perlu Diperhatikan:
  1. Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul qurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul qurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
  2. Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadits dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
  1. Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
  1. Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
    Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
    Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
    Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.
  2. Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
    Imam An-Nawawi mengatakan,
    Terdapat beberapa hadits tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).
  1. Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …. (HR. Bukhari dan Muslim).
  1. Bacaan ketika hendak menyembelih.
    Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
  1. Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
    Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
  2. Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan diqurbankannya hewan tersebut.
    Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini qurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berqurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
    Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
    hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) atau hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul qurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul qurban atau berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul qurban).”
Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul qurban.
10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban. Sebagaimana hadits dari Syaddad bin Aus di atas.
11.  Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong. Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
a.  Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.
b.  Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
c.  Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah, asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12.  Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa. Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
13.  Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan qurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembelih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,
“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
Sebagai tambahan, berdasarkan pengalaman dan pengamatan di tempat penyembelihan hewan qurban, terutama di wilayah-wilayah perdesaan dan kampung, ternyata masyarakat masih kesulitan dan perlu waktu cukup lama untuk menjatuhkan/merobohkan hewan qurban yang berbentuk sapi atau sejenisnya. Tidak jarang hewan-hewan qurban tersebut meronta-ronta karena ditarik dengan tali/tambang sehingga memungkinkan sebagian tubuhnya terluka, bahkan juga suka terjadi hewan qurban mengamuk dan kabur.
A. Syarat-syarat wajib memandikan jenazah Syatat-syarat wajib untuk memandikan jenazah menurut syariat agama Islam adalah sebagai berikut. Jenazah itu adalah orang yang beragama Islam. Apa pun aliran, mazhab, suku, dan profesinya. Didapati tubuhnya walaupun hanya sedikit. Bukan mati syahid (mati dalam peperangan dalam membela agama Islam seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.). B. Yang berhak memandikan jenazah Adapun orang-orang yang memiliki hak untuk memandikan jenazah menurut syariat agama Islam adalah sebagai berikut. Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya harus laki-laki pula. Perempuan tidak boleh memandikan jasad laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya. Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah ia dimandikan oleh perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan jasad tersebut kecuali suami atau mahram-nya. Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya ada semua, yang lebih berhak memandikannya adalah suaminya. Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada semua, istrinya lebih berhak untuk memandikan suaminya. Kalau jenazahnya adalah anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh memandikannya. Begitu juga kalau jenazah itu anak perempuan masih kecil, laki-laki boleh memandikannya. Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam Sebelum membahas tata cara memandikan jenazah, perlu kita ketahui peralatan-peralatan yang perlu dipersiapkan untuk memandikan jenazah, yaiut antara lain sebagai berikut. Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar 90 cm, dan panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit. Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember). Gayung secukupnya (4-6 buah). Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudukan mayit. Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit. Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas. Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap bersih, terutama bila mayitnya berpenyakit menular. Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair. Sampo untuk membersihkan rambut. Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air. Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air. Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan pelan. Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti mata, hidung, telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk menutup anggota badan mayit yang mengeluarkan cairan atau darah, seperti lubang hidung, telinga, dan sebagainya. Berikut ini adalah tata cara memandikan jenazah menurut syariat Islam. Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam Dilaksanakan di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang yang memandikan dan yang mengurusnya saja. Mayat hendaknya diletakkan di tempat jenazah yang tinggi seperti dipan. Jenazah dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka. Jenazah didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar, kemudian dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran si mayat. Setelah itu, hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan mulut dan gigi jenazah tersebut. Membersihkan semua kotoran dan najisnya. Mewudhukan jenazah, setelah itu membasuh seluruh badannya. Disunahkan membasuh jenazah sebanyak tiga sampai lima kali. Air untuk memandikan jenazah sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air hangat Catatan : Apabila jenazah berusia 7 tahun atau kurang dari itu, tidak ada batasan auratnya, baik jenzah itu laki laki maupun perempuan. Janin yang berusia di bawah 4 bulan, tidak perlu dimandikan, dikafan maupun dishalatkan. Cukup digali lubang dan kemudian dikebumikan. Adapun janin yang berusia di atas 4 bulan sudah dianggap manusia karena roh telah ditiupkan kepadanya. Jenazahnya dimandikan, seperi memandikan jenazah anak berusia 7 tahun. Jika jenazah mengenakan gigi palsu yang terbuat dari emas, hendaknya dibiarkan saja, tidak perlu ditanggalkan. kecuali jika gigi palsu itu tidak melekat kokoh. Hal tersebut boleh dilakukan jika mulut jenazah terbuka. Jika tidak, dibiarkan saja tidak perlu membukanya hanya untuk menanggalkan gigi palsu jenazah tersebut. Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memandikan mayit yang terkena kena penyakit rabies atau yang sejenisnya: Mayit hendaknya direndam dulu dengan air yang dicampur rinso atau obat selama 2 jam. Setelah itu mayit disiram dengan air bersih dan disabun selama kira-kira 10 menit lalu dibilas dengan air bersih. Siramlah mayit dengan air yang dicampur dengan cairan obat seperti lisol, karbol, atau yang sejenisnya. Ukurannya 100 cc (setengah gelas cairan obat) dicampur air satu ember. Yang terakhir siramlah dengan air bersih kemudian dikeringkan. Setelah itu dikafani dengan beberapa rangkap kain kafan. Kapas yang ditempelkan pada persendian hendaknya dicelupkan ke cairan obat. Setelah itu masukkan ke peti dan langsung dihadapkan ke arah kiblat. Tali-tali kain kafan tidak perlu dilepas dan dalam peti ditaburi kaporit. Setelah peti ditutup mati lalu dishalatkan. Barang-barang bekas dipakai mayit yang kena rabies hendaknya dimusnahkan (dibakar). Orang yang memandikan mayit hendaknya memakai sarung tangan, mengenakan kacamata renang, memakai sepatu laras panjang, dan setelah memandikan tangan dan kakinya dicuci dengan cairan obat seperti lysol, dettol, dan sebagainya.

Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/08/tata-cara-memandikan-jenazah-menurut.html
A. Syarat-syarat wajib memandikan jenazah Syatat-syarat wajib untuk memandikan jenazah menurut syariat agama Islam adalah sebagai berikut. Jenazah itu adalah orang yang beragama Islam. Apa pun aliran, mazhab, suku, dan profesinya. Didapati tubuhnya walaupun hanya sedikit. Bukan mati syahid (mati dalam peperangan dalam membela agama Islam seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.). B. Yang berhak memandikan jenazah Adapun orang-orang yang memiliki hak untuk memandikan jenazah menurut syariat agama Islam adalah sebagai berikut. Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya harus laki-laki pula. Perempuan tidak boleh memandikan jasad laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya. Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah ia dimandikan oleh perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan jasad tersebut kecuali suami atau mahram-nya. Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya ada semua, yang lebih berhak memandikannya adalah suaminya. Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada semua, istrinya lebih berhak untuk memandikan suaminya. Kalau jenazahnya adalah anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh memandikannya. Begitu juga kalau jenazah itu anak perempuan masih kecil, laki-laki boleh memandikannya. Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam Sebelum membahas tata cara memandikan jenazah, perlu kita ketahui peralatan-peralatan yang perlu dipersiapkan untuk memandikan jenazah, yaiut antara lain sebagai berikut. Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar 90 cm, dan panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit. Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember). Gayung secukupnya (4-6 buah). Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudukan mayit. Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit. Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas. Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap bersih, terutama bila mayitnya berpenyakit menular. Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair. Sampo untuk membersihkan rambut. Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air. Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air. Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan pelan. Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti mata, hidung, telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk menutup anggota badan mayit yang mengeluarkan cairan atau darah, seperti lubang hidung, telinga, dan sebagainya. Berikut ini adalah tata cara memandikan jenazah menurut syariat Islam. Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam Dilaksanakan di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang yang memandikan dan yang mengurusnya saja. Mayat hendaknya diletakkan di tempat jenazah yang tinggi seperti dipan. Jenazah dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka. Jenazah didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar, kemudian dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran si mayat. Setelah itu, hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan mulut dan gigi jenazah tersebut. Membersihkan semua kotoran dan najisnya. Mewudhukan jenazah, setelah itu membasuh seluruh badannya. Disunahkan membasuh jenazah sebanyak tiga sampai lima kali. Air untuk memandikan jenazah sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air hangat Catatan : Apabila jenazah berusia 7 tahun atau kurang dari itu, tidak ada batasan auratnya, baik jenzah itu laki laki maupun perempuan. Janin yang berusia di bawah 4 bulan, tidak perlu dimandikan, dikafan maupun dishalatkan. Cukup digali lubang dan kemudian dikebumikan. Adapun janin yang berusia di atas 4 bulan sudah dianggap manusia karena roh telah ditiupkan kepadanya. Jenazahnya dimandikan, seperi memandikan jenazah anak berusia 7 tahun. Jika jenazah mengenakan gigi palsu yang terbuat dari emas, hendaknya dibiarkan saja, tidak perlu ditanggalkan. kecuali jika gigi palsu itu tidak melekat kokoh. Hal tersebut boleh dilakukan jika mulut jenazah terbuka. Jika tidak, dibiarkan saja tidak perlu membukanya hanya untuk menanggalkan gigi palsu jenazah tersebut. Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memandikan mayit yang terkena kena penyakit rabies atau yang sejenisnya: Mayit hendaknya direndam dulu dengan air yang dicampur rinso atau obat selama 2 jam. Setelah itu mayit disiram dengan air bersih dan disabun selama kira-kira 10 menit lalu dibilas dengan air bersih. Siramlah mayit dengan air yang dicampur dengan cairan obat seperti lisol, karbol, atau yang sejenisnya. Ukurannya 100 cc (setengah gelas cairan obat) dicampur air satu ember. Yang terakhir siramlah dengan air bersih kemudian dikeringkan. Setelah itu dikafani dengan beberapa rangkap kain kafan. Kapas yang ditempelkan pada persendian hendaknya dicelupkan ke cairan obat. Setelah itu masukkan ke peti dan langsung dihadapkan ke arah kiblat. Tali-tali kain kafan tidak perlu dilepas dan dalam peti ditaburi kaporit. Setelah peti ditutup mati lalu dishalatkan. Barang-barang bekas dipakai mayit yang kena rabies hendaknya dimusnahkan (dibakar). Orang yang memandikan mayit hendaknya memakai sarung tangan, mengenakan kacamata renang, memakai sepatu laras panjang, dan setelah memandikan tangan dan kakinya dicuci dengan cairan obat seperti lysol, dettol, dan sebagainya.

Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/08/tata-cara-memandikan-jenazah-menurut.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar